Rabu, 20 Oktober 2010

Lunturnya Berbahasa Indonesia di Lingkungan Belajar

BAHASA Indonesia adalah bahasa pemersatu untuk semua suku di negeri ini. Tanpa adanya bahasa Indonesia, kita akan kesulitan berkomunikasi antarsuku, karena setiap suku punya bahasa ibu sendiri.Tanpa bahasa Indonesia kita juga akan kesulitan untuk merdeka dari penjajah. Karena begitu pentingnya peran bahasa Indonesia dalam kemerdekaan ini, maka tidak salah kalau pemuda dan pemudi Indonesia saat itu memasukkannya dalam sebuah janji yang kemudian diberi nama Sumpah Pemuda.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, Tanah Air Indonesia
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia
Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia Djakarta, 28 Oktober 1928

Bahasa Indonesia di kala itu bisa dibilang menjadi ‘tuan rumah’ di negeri sendiri, karena masyarakatnya tidak malu menggunakan bahasa Indonesia, bahkan merasa perlu untuk memperlajari lebih dalam agar bisa berkomunikasi dengan mereka yang berbeda daerah. Namun seiring dengan berjalannya waktu bahasa Indonesia seakan menjadi bahasa pinggiran yang hanya dipelajari di sekolah saja, tanpa harus mempelajari kembali ketika di rumah maupun di kehidupan sehari-hari. Mereka seakan tidak peduli apakah yang mereka ucapkan telah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Siswa sekarang lebih takut salah dalam pelajaran bahasa Ingrris daripada salah ketika pelajaran bahasa Indonesia. Mereka menganggap mudah bahasa Indonesia karena dianggap sering diucapkan sehari-hari, namun tak pernah peduli apa yang diucapkan itu benar atau salah. Bahkan hasil ujian akhir nasional, nilai mata pelajaran bahasa Inggris menunjukkan hasil yang lebih baik daripada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Memang berkurangnya minat siswa dalam belajar bahasa Indonesia tidak sepenuhnya bisa disalahkan kepada siswa, karena ada beberapa faktor lain yang membuat mereka menjadi kurang bergairah dalam mempelajari bahasa Indonesia.

Ada dua faktor penting yang membuat bahasa Indonesia seakan menjadi bahasa pinggiran di negeri sendiri. Pertama, lingkungan.

Lingkungan adalah hal pertama yang membuat bahasa Indonesia menjadi sedikit terpinggirkan. Kenapa? Karena ketika siswa telah diajarkan di sekolah tentang bagaimana ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mereka menjadi lupa ketika di lingkungannya bahasa ibu menjadi hal yang kuat. Bahkan ketika mereka mencoba untuk sedikit saja berbicara menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapannya, sering kali teman-temannya mengejek dengan sebutan sok pintar. Ejekan itu akhirnya membuatnya jadi ciut hingga akhirnya semangat ingin menggunakan bahasa Indonesia di lingkungannya jadi memudar.

Selain itu juga, penghargaan terhadap mereka yang bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sangat rendah bahkan seringkali diabaikan. Hal itu berbanding terbalik dengan mereka yang bisa berbahasa asing dengan lancar, mereka seakan menjadi ‘tokoh’ di masyarakat karena kemampuannya berbahasa asing.

Selain itu, banyak tempat umum dan fasilitas umum menggunakan bahasa asing. Misalnya kata open dan closed di setiap ATM, bahkan ketika kita masuk ke mal ada juga tulisan no smoking, insert coin dan lainnya.

Kata-kata seperti itu hanya sekadar mempertegas maksud dari tulisan yang ingin disampaikan saja, karena yang membaca tulisan itu mayoritas orang Indonesia. Jadi, ada baiknya menggunakan bahasa Indonesia baru di bawahnya bahasa asingnya.

Kedua, media. Media adalah salah satu penyumbang terbanyak mengapa bahasa Indonesia menjadi ‘tersisih’. Media, baik itu cetak maupun elektronik di era sekarang sepertinya berlomba melakukan westernisasi dalam setiap berita yang mereka liput. Bahkan di media elektronik pencampur-adukan bahasa Indonesia dan bahasa asing dalam sebuah program acaranya adalah hal lumrah.

Lihatlah, betapa banyak judul program di televisi yang menggunakan bahasa asing namun kenyataannya isi programnya menggunakan bahasa Indonesia atau juga berapa banyak pembicara yang sering mengucapkan percampuran antara bahasa Indonesia dan bahasa asing. Belum lagi judul rubrik di media cetak yang banyak menggunakan bahasa asing, padahal isi beritanya juga menggunakan bahasa Indonesia.

Judul program televisi maupun rubrik di media cetak ada baiknya menggunakan bahasa Indonesia karena yang menonton dan membaca mayoritas orang Indonesia. Jadi alangkah baiknya juga menggunakan bahasa Indonesia dan kalaupun memang ingin menggunakan bahasa asing di program atau rubriknya, lebih baik isinya juga menggunakan bahasa yang sama biar lebih baik.

Di tengah krisis tentang bahasa Indonesia, ada setitik cahaya terang akan sebuah kebangkitan bahasa Indonesia. Acara bulan bahasa dan sastra yang diadakan pusat bahasa setiap tahun minimal telah memberi rasa sejuk di antara panasnya bahasa asing yang menyerbu bahasa Indonesia. Blan bahasa dan sastra 2010 kali ini mengangkat tema,’ pembentukan karakter bangsa melalui peningkatan kualitas bahasa dan sastra Indonesia dan daerah’. Mngkin karakter bangsa bisa dilihat dari kualitas bahasa dan sastranya, baik itu bahasa dan sastra Indonesia maupun bahasa dan sastra daerah.

Jadi, mari bersama-saama kita tingkatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jangan sampai bahasa Indonesia menjadi bahasa yang disayang namun terbuang penuturnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar